Kemana Perginya Sarjana Psikologi?
Kemana perginya
sarjana-sarjana psikologi yang ditempah di universitas di negeri ini? Tentu
saja pertanyaan saya ini menohok pada sebuah kasus. Pertanyaan di atas memang agak miring
nadanya, namun saya sengaja agar pembaca sadar bahwa negara kita sedang dilanda
masalah kejiwaan. Bangsa yang besar dan dilirik di dunia luar tetapi jiwanya
rapuh di dalam persis sekali tanpa ada penyokong atu tiang kuat.
Kasus JIS ataupun yang
lainnya di daerah lain. Data yang berkembang hingga ratusan kasus phaedofilia
membuat merinding siapa saja yang mendengarnya. Kenapa tidak? Andai saja saya
orang yang memiliki anak kecil dan saya sekolahkan tanpa pengawasan maka saya
akan surut. Melihat dunia luar semakin ganas. Ya itu tadi kejiwaan. Bisa-bisanya
siswa TK yang notabenenya seorang anak yang masih kecil dan sibuk dengan dunia
bermain harus dikenalkan pada dunia kekerasan seksual seperti itu. Kekerasan
itu terjadi akibat kebodohan jiwa dan spiritual pelaku. Manusia yang
melakukannya pun tak jauh dari lingkungan korban. Anak tersebut menjadi korban
dari disorientasi seksual seorang manusia yang sakit jiwa. Tidak hanya satu
saja, korban yang berjumlah puluhan ini tentu akan mengalami traumatik yang
panjang
Belum lagi di
sukabumi, seratus dua puluh anak menjadi
korban yang “digarap” oleh pelaku lain tapi masih dalam kasus yang sama. Ini
mengingatkan kita pada kasus kaum nabi Luth yaitu kaum sodom. Dimana negeri itu
dibalikkan, hingga semuanya terbalik. Itulah yang sekarang kita lihat laut
mati. Apa yang sedang melanda negeri ini. Ada orang yang memakan daging
manusia, ada phedofilia, bahkan ada juga mantan yang membunuh pacarnya lantas
bisa datang ke pemakaman pacarnya tersebut dengan dan tanpa rasa bersalah.
Sarjana psikologi
kemana? Mungkin sarjana yang berkecimpung di dunia ini sibuk dengan mencari
pundi-pundi dunia yang tidak sesuai dengan konsentrasi kuliahnya. Ini juga
menjadi PR besar DIKTI bagaimana bisa meluluskan sarjana yang lebih banyak
bekerja tidak di bidangnya. Seharusnya sarjana-sarjana psikologi menjadi
pengayom dalam sekolah-sekolah atau tunak di konsultasi-konsultasi psikologi.
Ini bukan salah siapa dan mengapa? Tapi sudah saatnya sarjana psikologi yang
hidup di luar jalurnya, kembali. Ada yang menjadi bankir, finance serta
lainnya. Mereka lupa bahwa seorang psikolog adalah membangun jiwa. Persis sekali
seperti guru yang harus membangun jiwa bangsa ini.
Psikologi mestinya
menjadi ‘pengokang’diri. Kasus phaedofilia menjadi titik terang agar kita
kembali merunut diri. Negeri ini ingin menjadi negeri yang dibalikkan seperti
kaum nabi Luth di laut mati. Bisa saja, biarkanlah negeri ini membeberkan anak
negerinya untuk terus ‘digarap’ oleh orang-orang yang disorientasi seksual.
Anak adalah masa depan negeri ini. Mau dibawa kemana terserah? Boleh juga tanya
sarjana psikologi
Komentar
Posting Komentar