Bedah Buku "Menggugat Pendidikan Indonesia"
Mata Kuliah
Pendidikan Berbasis Masyarakat (Community-Based
Education) adalah suatu kajian tentang hakekat, konsep,
prinsip, model, dan perkembangan
ilmu Pendidikan
Berbasis Masyarakat dalam konteks sistem
pendidikan nasional dan multi kultural melalui kegiatan
perkuliahan, pengerjaan tugas terstruktur dan mandiri; tugas
individu dan kelompok; yakni laporan dan presentasi isi pokok bab-bab buku yang
ditentukan.
Untuk
mencapai tujuan perkuliahan ini, mahasiswa harus mengerjakan tugas terstruktur dan mandiri; baik
individu maupun kelompok. Diskusi Kelompok dan diskusi kelas
atas sajian kelompok tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat. Tugas kelompok
membuat makalah ini dari buku per-chapter
tentang gagasan dan pengelolaan pendidikan berbasis masyarakat oleh pioner
tokoh-tokoh Pendidikan Berbasis Masyarakat.
Judul Buku
yang akan di bedah kelompok adalah “Menggugat Pendidikan Indonesia” dari penulis Moh.
Yamin. Buku ini diterbitkan oleh Ar-Ruzz Media di Yogyakarta tahun 2009. Buku ini mengajak kita
semua untuk merenungkan kembali makna pendidikan bagi pembentukan karakter
bangsa; mengajak kita semua melihat makna pendidikan yang terjadi di negeri ini
sejak Orde Lama hingga Orde Reformasi; mengajak untuk melihat dan mengupas
konsep pendidikan Paulo Freire dan Ki Hadjar Dewantara; dan yang terakhir
adalah mengajak kita untuk melihat upaya yang dapat dilakukan untuk
menyelamatkan pendidikan di bangsa ini.
Menyelesaikan
tugas bedah buku ini, maka kelompok kami yang terdiri dari M. Zaid Tsabit, Tuty,
Rian Kurniawan dan Vita, melakukan pembagian kerja dengan membagi bab dalam bentuk
ringkasan. Pembagian bab ini, dilakukan dengan mempersentasikan bab 1, lalu
dilanjutkan dengan bab 2 hingga bab 4 dari masing-masing anggota.
Gagasan utama dalam buku ini adalah
fenomena semrautnya persoalan pendidikan di Indonesia dimana hakekat dari
implementai pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang beradab,
berdaya saing tinggi, berkualitas dan mandiri masih seperti “jauh panggang dari
api”. Menurut survey Political and
Economic Risk Consultan (PERC) bahwa kualitas pendidikan di Indonesia berada
pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia yaitu di bawah Vietnam. Ini
menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia pada saat ini dalam kondisi
yang sangat memprihatinkan.
Ketertinggalan Indonesia dalam mutu pendidikan baik pendidikan formal
maupun informal menyebabkaan daya saing Indonesia yang sangat rendah dan
menyebabkan Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin
teknologi dari 53 negara di dunia. Hal diatas menunjukkan bahwa perhatian
Pemerintah dalam masalah pendidikan masih terasa sangat minim yang tercermin
dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Dampak dari pendidikan
yang buruk tersebut membuat negeri dan bangsa ini semakin terpuruk.
Sejarah pendidikan di negeri ini selalu diwarnai
kepentingan politik praktis dan kerdil oleh segelintir orang sehingga
pendidikan tidak mampu melakukan hal-hal yang konstruktif. Realitas membuktikan
bahwa pendidikan selalu diarahkan untuk membenarkan kepentingan penguasa dan
kroni-kroninya. Pendidikan berada dalam penjara kekuasaan sehingga pendidikan
itu sendiri tidak mampu meningkatkan kualitas bangsa ini.
Jatuh bangunnya pendidikan di Indonesia sejak masa
penjajahan, pasca kemerdekaan, Orde Lama, Orde baru sampai masa orde Reformasi
membutikan bahwa pendidikan di negeri ini sudah saatnya untuk mendapatkan
perhatian dan penanganan yang lebih serius dan terintergrated.
Buku
ini cukup serius memberikan tawaran-tawaran gagasan dengan berupaya melakukan
skema penjelasan secara rinci yang terdiri dari empat bab.
Menjelaskan
tentang
definisi pendidikan yang meliputi politik pendidikan dan pembentukan karakter
bangsa, relasi politik pendidikan dan pembentukan karakter bangsa dan pengaruh
politik pendidikan terhadap pembentukan karakter bangsa. Pendidikan adalah media
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membawa bangsa ini pada era aufklarung (pencerahan). Pendidikan
bertujuan untuk membangun tatanan bangsa yang berbalut dengan nilai-nilai
kepinaran, kepekaan dan kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pendidikan merupakan tonggak kuat untuk mengetaskan kemiskinan pengetahuan,
menyelesaikan persoalan kebodohan dan menuntaskan segala permasalahan bangsa
yang selama ini terjadi. Peran pendidikan jelas merupakan hal yang signifikan
dan sentral karena pendidikan memberikan pembukaan dan perluasan pengetahuan
sehingga bangsa ini betul-betul melek terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pendidikan dihadirkan untuk mengantarkan bangsa ini menjadi bangsa
yang beradab dan berbudaya.. Yang jelas pendidikan itu menumbuhkan kritisisme
social. Menurut ahli sosiologi pendidikan terdapat relasi resiprokal (timbale
balik) antara dunia pendidikan dengan kondisi social masyarakat. Relasi ini bermakna bahwa apa yang
berlangsung dalam dunia pendidikan merupakan gambaran dari kondisi yang
sesungguhnya didalam kehidupan masyarakat yang kompleks. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) politik pendidikan adalah: (1) pengetahuan tentang
ketatanegaraan atau kenegaraan yaitu mengenai system pemerintahan, dasar-dasar
pemerintah dan sebagainya; (2) segala urusan dan tindakan, kebijaksanaan,
siasat dan sebagainya, tentang pemerintahaan ataupun terhadap Negara lain; (3)
kebijakan cara bertindak di dalam menghadapi suatu masalah tertentu. Sedangkan
Benyamin S. Bloom mengembangkan teori yang dikenal dengan teori “Teori Tiga
Domain”. “Tiga Domain” tersebut adalah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Termasuk pula tujuan pendidikan Islam juga dapat digunakan sebagai dasar guna
membangun karakter bangsa: takwa, ilmu dan teknologi dan akhlak. Hal ini
terkait dengan tiga inti ajaran Islam yakni aqidah
dengan memeperkokoh keyakinan; syariah
dengan melakukan penegakan aturan; dan akhlak
dengan melakukan perbaikan perilaku.. Idealnya, pengaruh politik pendidikan
terhadap karakter bangsa adalah terbangunnya bangsa yang bermartabat dan
berwibawa.. Rendahnya
SDM akan membentuk dan melahirkan sebuah konsep pendidikan yang juga rapuh
sehingga ini sangat tidak memungkinkan guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
Rendahnya SDM akan membuat pendidikan pun mengalami disorientasi nilai-nilai
karena para penyelenggara pendidikan tidak memiliki basis kuat mengenai
perjalanan bangsa, baik pada prakemerdekaan maupun pascakemerdekaan 1945. Keprihatinan pemikir-pemikir
terdahulu semacam Ivan Illich, Paulo Freire, Margaret Mead, Nicholas
Abercromble, Immanuel Wallerstei, Louis Althusser, Pierre Bourdieu dan para
pemikir lainnya, mereka telah mengingatkan bahwa pendidikan bukanlah media
untuk melestraikan kekuasaan dan modal tetapi untuk memberikan distribusi yang
adil terhadap penyaluran pengetahuan informasi untuk semua pihak. Pendidikan
bukan hanya dimonopoli oleh yang bermodal saja. Pendidikan
tidak lagi menjadi pembangunan kesadaran politik dalam berdemokrasi maupun
berpendapat dalam segala bentuk apapun. Dengan kata lain pendidikan hanya
menjadi “sapi perahan” kelompok elit untuk di tunggangi kepentingan-kepentingan
politis.
Kaitan bab dengan gagasan pokok
Menurut kami, kaitan bab 1 dengan
tema pokok adalah menjelaskan pendidikan itu apa! dengan harapan maksud yang
akan disampaikan nantinya memiliki landasan utama tentang pendidikan itu
sendiri.
Menjelaskan tentang realitas dunia
pendidikan sejak masa penajajah Belanda
dan Jepang hingga masa reformasi.
Dalam pendidikan Kolonialis,
pendidikan bagi bangsa ini bertujuan untuk membutakan bangsa ini terhadap
eksistensi dirinya sebagai bangsa yang seharusnya dan sejatinya wajib
dimerdekakan. Dengan kata lain pendidikan di zaman penjajah adalah mencetak
para pekerja yang bisa dipekerjakan oleh penjajah, bukan lagi memanusiakan manusia
sebagaimana konsep pendidikan yang ideal.
A. Pendidikan Orde lama
Pendidikan Orde lama di bawah
kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap pendidikan.
Konsep Pemerintahan Soekarno yang berasaskan sosialisme juga masuk dalam bidang
pendidikan. Konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan prinsip dasar bahwa
pendidikan merupakan hak semua kelompok mayarakat tanpa memandang kelas social
apapun, apakah mereka berasal dari kelas atas, menengah maupun bawah dan
sosialisme juga memberikan penghargaan setinggi-tingginya terkait derajat yang
sama di depan hukum dan kemanusiaan sehingga tidak ada yang dibedakan karena
factor suku, agama dan ras. Adapun sisi kelemahan saat orde lama adalah masih
adanya nuansa pendidikan kolonialis yang dibangun saaat itu sebab diakui maupun
tidak bangsa Indonesia saat itu masih sedang mengalami transisi sangat tinggi,
baik secara politik, budaya maupun ekonomi.
B. Pendidikan Orde Baru
Soekarno lengser dari tampuk
kekuasaan dan Soeharto naik menjadi Presiden, maka disitulah Orde Baru mulai
melahirkan dan menggelar kebijakan-kebijakannya dalan dunia pendidikan,
khususnya pendidikan dasar terjadi loncatan yang sangat signifikan dengan
adanya Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan dasar. Akan tetapi sayang sekali
Inpres Pendidikan dasar belum ditindaklanjuti dengan peningkatan kualitas,
tetapi baru meningkatkan kuantitas. Fenomena yang muncul di Era Orde baru dalam
dunia pendidikan adalah :
1. Lahirnya
Para Kuli
Produk-produk pendidikan pada masa Orde baru diarahkan
untuk menjadi pekerja. Setelah selesai dari bangku pendidikan, mereka masuk ke
dalam dunia kerja dan siap menjadi kuli yang diperintah oleh atasan atau majikannya tanpa harus melakukan
proses apapun.
2. Lahirnya
kalangan terdidik Antirealitas
Pendidikan di orde baru penuh dengan politik
penumpulan kepekaan social. Semua anak didik dalam menimba ilmu hanya dicekoki
oleh ilmu yang hanya menekankan kemampuan kognitif an sich. Mereka dikatakan
berhasil dalam pendidikan apabila cerdas dan pintar, sedangkan kemampuan afeksi
dan psikomotorik yang melatih anak didik untuk peduli dan perhatian terhadap
realitas social tidak ditanamkan sama sekali
3. Demokrasi
yang terpanggang
Satu hal yang cukup mengerikan di bawah kekuasaan
Orde baru adalah hilangnya kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat
betul-betul dipasung dengan sedemikian ganas oleh rezim orde baru.
C. Pendidikan Orde
Reformasi
Romo Benny Susetyo mengatakan bahwa Era
Reformasi telah memberikan ruang cukup besar bagi perumusan kebijakan-kebijakan
pendidikan baru yng bersifat reformatif dan revolusioner.
Fenomena
yang terjadi di era reformasi dalam dunia pendidikan adalah :.
1. Menggiring
pendidikan ke lokalitas.
Kebijakan-kebijakan pendidikan pada
era reformasi adalah bagaimana pendidikan bisa ditangani setiap daerah yang
mengetahui secara persis persoalan-persoalan lokalitas yang terjadi di
wilayahnya sehingga tujuan pendidikan betul-betul sesuai dengan tujuan yang
dikehendakidi setiap daerah tertentu, Akan tetapi kenyataan yang muncul adalah
“raja-raja kecil” mulai dari pemerintahan kota/kabupaten, dinas pendidikan, dan
sekolah serta elemen-elemen lain yang terkait didalamnya, baik langsung maupun
tidak langsung sehingga persoalan ini menjadi runyam.
2.
Menggugat Desentralisasi Pendidikan
Desentralisasi adalah hanyalah
sebuah pencitraan politik pemerintah terhadap public agar terkesan reformis dan
demokratis, padahal itu hanyalah kebohongan public. Kebijakan desentralisasi
tersebut adalah alat untuk mengelabui masyarakat dan bangsa ini bahwa
pemerintah betul-betul menjalankan amanat reformasi dalam dunia pendidikan
3. Liberalisme
Pendidikan
Mencermati awal kemunculan otonomi pendidikan dengan
segala anak pinaknya, maka permulaan itulah yang mengawali geliat liberalisasi
pendidikan di negeri ini. Dengan kata lain pendidikan kemudian diserahkan
kepada pasar sehingga ketika berbicara pasar, maka hanya yang berduit saja yang
bisa membeli pendidikan, sedangkan yang miskin secara ekonomi dan financial
menjadi masyarakat terbuang dan kesulitan untuk dapat mengakses pendidikan.
Indonesia yang sudah masuk pada lingkaran
neoliberalisme pasca digelarnya kebijakan otonomi pendidikan telah menyebabkan
dunia pendidikan menjadi perdagangan bebas. Meengapa itu bisa terjadi? Karena
pasca otonomi pendidikan lahirlah privatisasi pendidikan, yaitu ketika
pendidikan sudah menjadi ladang bisnis yang mengeruk kepentingan ekonomi an
sich.
4. Pemerataan
Akses Pendidikan hanya sebuah mitos
Ketika jumlah anak-anak orang miskin yang tidak bisa
menikmati dunia pendidikan semakin bertambah, maka timbullah disparitas social
yang sangat tinggi. Disparitas tersebut meliputi rentannya konflik social yang
bersifat horizontal antara si miskin dengan si kaya, dan lahirlah
penyakit-penyakit social yang mengganggu ketertiban umum.
Kaitan bab dengan
gagasan pokok
Menurut kami, kaitan bab 2 dengan tema
pokok adalah untuk memperlihatkan sejarah nyata yang dialami oleh bangsa
indonesia, sehingga pembaca dapat menggambarkan maksud dari tema pokok yang
diharapkan oleh penulis
Menjelaskan tentang
perjuangan dan konsep- konsep pendidikan oleh Paulo Freire dan Ki hajar
Dewantara. Paulo Freire (Brasil) dan Ki Hadjar Dewantara( Indonesia) disebut
sebagai pejuang pendidikan yang membebaskan masyarakat dari kebodohan dan
kegelapan pengetahuan, karena pada dasarnya pendidikan mengembalikan jati diri
menjadi manusia yang merdeka (berhak untuk hidup, tidak ditindas, dan tidak
diperlakukan secara sewenang-wenang) pada masanya.
Adapun langkah-langkah
dan konsep-konsep yang mereka lakukan adalah:
A.
Paulo
Freire.
1.
Mengubah wajah sekolah.
2.
Reorientasi kurikulum.
3.
Merubah pandangan pendidik dari
konservatif ke progresif.
4.
Membangkitkan kesadaran kritis
pendidikan.
B.
Ki
Hajar Dewantara.
1.
Cita-cita Ki hajar Dewantara
2.
Panca Darma.
3.
Muatan Pendidikan.
4.
Trilogi Pendidikan.
5.
Tut Wuri Handayani.
Kaitan bab dengan
gagasan pokok
Menurut
kami, kaitan bab 3 dengan tema pokok adalah ungkapan dari beberapa pakar
pendidikan untuk menguatkan alasan untuk menggugat pendidikan di Indonesia
Membahas upaya penyelamatan
pendidikan. Menerangkan
bahwa dari berbagai persoalan, pendidikan di Indonesia ini perlu mendapatkan
penanganan serius untuk kedepannya. Penyelamatan pendidikan berupa konsep
pendidikan yang lebih dan berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan harus menjadi
agenda penting guna mengupayakan pendidikan yang lebih beradab dan
berkemanusiaan.
Adapun upaya yang dapat dilakukan antara lain:
1. Menata ulang konsep pendidikan
Perlunya menata ulang konsep pendidikan ini
dikarenakan bahwa pendidikan di Indonesia ini tidak memiliki keseriusan dalam
menerapkan otonomi pendidikan.
2. Meletakkan kembali pilar pendidikan humanis.
Perlunya meletakkan kembali pilar pendidikan humanis
dikarenakan pendidikan itu adalah pemanusiaan manusia muda, peningkatan manusia
muda ketaraf insani, bantuan dan bimbingan bagi anak yang sedang berjalan
menuju manusia yang lebih sempurna yang lebih insani, serta membantu anak didik
untuk menemukan nilai-nilai kemanusiaannya. Harapan dalam upaya ini memiliki
titik konsentrasi dari berbagai masalah yaitu:
a. Politik pendidikan yang memberdayakan
b. Kurikulum pendidikan yang mencerdaskan
c. Pendidik yang memanusiakan anak didik
d. Praksis pendidikan yang dialogis
3. Reorientasi tujuan pendidikan nasional
Perlunya reorientasi tujuan pendidikan nasional
dikarenakan hal ini salah satu hal yang menjadi penting agar bangsa ini tidak
lagi kehilangan tujuan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan oleh Konsitusi
Dasar 1945. Yang meliputi tujuan pendidikan adalah yang berorientasi pada
bangsa yang berkualitas, bangsa mandiri, beradab, dan bangsa yang berdaya saing
tinggi.
Kaitan bab dengan
gagasan pokok
Menurut
kami, kaitan bab 4 dengan tema pokok adalah sebuah usaha atau upaya untuk
menyelamatkan pendidikan dari berbagai permasalahan yang dialami oleh
Indonesia.
Moh. Yamin dilahirkan di Desa Lalangon, sebuah desa
terpencil dan jauh dari perkotaan, Kecamatan Manding, Kabupaten Sumenep, Madura
tanggal 16 Juli 1980. Ia dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Aliyah (Alm)
dan seorang ayah yang bernama Moh. Dahlan, berasal dari keluarga yang tidak
mampu secara ekonomi. Penulis termasuk orang yang menyenangi dunia diskusi.
Karena keterbatasan ekonomi, penulis tidak melanjutkan pendidikannya ke perguruan
tinggi. Ia kemudian bekerja dengan segala jenis pekerjaan. Pada tahun 2002
penulis memutuskan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dengan modal awal
menjual sepeda motor Suzuki dengan tetap dibantu oleh keluarga dan mendaftar
sebagai mahasiswa di FKIP Universitas Islam Malang (UNISMA).
Penindasan di dunia pendidikan sulit berakhir sebagaimana
terlihat dengan munculnya berbagai problem pendidikan yang tidak terselesaikan.
Sejarah pendidikan di negeri ini selalu diwarnai kepentingan politik praktis dan
kerdil oleh segelintir orang sehingga pendidikan tidak mampu melakukan hal-hal
yang konstruktif. Realitas membuktikan bahwa pendidikan selalu diarahkan untuk
membenarkan kepentingan penguasa dan kroni-kroninya. Pendidikan berada dalam
penjara kekuasaan sehingga ia pun tidak bisa meningkatkan kualitas bangsa ini.
Ironisnya lagi, pascareformasi yang diharapkan mampu membawa angin perubahan
bagi dunia pendidikan, ternyata tidak beranjak dari persoalan-persoalan yang
semakin parah dan amburadul. Adanya kebijakan otonomi pendidikan yang kemudian
memberikan hak sepenuhnya kepada setiap penyelenggara pendidikan dan satuan
pendidikan, maka ini memberikan satu bukti konkret, pendidikan berada dalam
kerentanan komersialisasi pendidikan sehingga menjadi keniscayaan apabila
pendidikan pun menjadi komoditas yang siap diperjualbelikan dengan harga sangat
tinggi.
BAB IV
REFLEKSI
BAB IV
REFLEKSI
Buku yang
ditulis oleh Moh. Yamin dengan judul “Menggugat Pendidikan Indonesia” adalah salah
satu buku yang menyadarkan banyak orang di dunia. Pernyataan di atas relevan
untuk direnungkan sekaligus diaktualisasikan dalam memperbaiki penyelenggaraan
pendidikan di tanah Riau yang menindas. Pernyataan disampaikan dalam buku ini merupakan
gugatan atas kebanyakan hubungan sosial dalam masyarakat kapitalis - seperti
juga hubungan sosial yang terjadi pada tatanan masyarakat kita, termasuk
hubungan yang terlibat dalam pendidikan - selalu didasarkan pada hubungan
penindasan. Pendidikan harus sebagai media liberasi atau pembebasan. Pendidikan
kritis ini adalah memberdayakan mereka yang lemah dan tertindas serta mengubah
bentuk-bentuk ketidakadilan sosial.
Isi dari buku
ini juga membangkitkan semangat pembaca untuk bangkit dari tertindasnya dari dunia
pendidikan. Namun kekurangan dari buku ini adalah hanya memberikan permasalahan
pendidikan yang ada di Indonesia, tidak pada tahap perkembangan yang harus
dilakukan. Dari hal ini pembaca masih sulit untuk memulai dari mana perubahan
ini yang perlu diprioritaskan dari tertindasnya pendidikan di Indonesia ini.
Komentar
Posting Komentar