Membaca Peta Teater Riau di Masa Pandemi

  

Naskah: Sumpah Rahim, Komunitas Jejak Langkah

Pekanbaru, Marewai– Pandemi secara tidak langsung memang memiliki efek kejut yang sangat besar. Virus kecil ini membuat pendidikan lumpuh, ekonomi ambruk dan tentu saja kesenian tidak boleh digelar. Pasalnya, kesenian selanjutnya dalam hal ini difokuskan pada seni pertunjukan teater tidak memiliki akses untuk melakukan pertunjukan sebagaimana biasanya. Pertunjukan teater memerlukan penonton dan hal ini membuat teater hari ini harus bermain dalam layar virtual. Kerumunan penonton untuk saat ini masih tabu untuk dilakukan, apalagi kasus belum juga melandai.

Hal ini menjadi pukulan berat bagi seniman teater. Riau sebagai salah satu daerah yang subur akan kelompok teater harus berbenah dan menyesuaikan diri dengan teknologi sebagai salah satu alternatif dalam masa pandemi. Setelah lama berjalan tentu masih saja ada kendala dalam penyampaian pesan pertunjukan. Mengubah pertunjukan dari panggung menuju layar virtual membutuhkan kerja-kerja cerdas. Namun, tetap saja ada beberapa kebuntuan yang masih ditemui. Ada secercah harapan yang kini muncul. Mengapa begitu? Jawabannya melihat apa yang terjadi pada beberapa kegiatan seni khususnya teater yang melibatkan beberapa kelompok teater di Provinsi Riau. Pada bulan ini saja, beberapa kelompok teater yang berasal dari Riau ikut andil dalam pertunjukan yang ditaja oleh beberapa instansi kesenian dan kebudayaan pemerintah. Bisa jadi, ini merupakan stimulus agar pertunjukan teater tidak ‘punah’ di masa pandemi.

Proses kreatif sebuah kelompok teater tentu saja memerlukan wadah untuk menyalurkannya. Pertama, Rumah Budaya Tengku Mahkota yang merupakan sebuah kelompok kesenian independen berhasil meraih penyaji terbaik dalam Festival Monolog BPNB Kepri-Riau-Jambi-Babel. Hal ini menjadi sebuah pengejawantahan bahwa teater di Riau sedang tidur. Bukan main-main, kelompok yang dipimpin oleh Rezza Akmal ini pun menjadi yang terbaik dari empat provinsi yang ikut. Kedua, Syair Kera Network adalah sebuah kelompok teater yang dipimpin oleh Willy Fwiandri. Kelempok ini menjadi satu-satunya wakil Riau dalam Pekan Teater Sumatera yang ditaja oleh Taman Budaya Sumatera Barat. Naskah yang diangkat dari karya Budayawan Tenas Efendi ini menjadi memori pengingat tentang semesta kini.

Foto: Rian H

Tentunya Syair Kera Network diharapkan menjadi penyambung lidah isu masyarakat hari ini. Ketiga, Teater Selembayung yang merupakan kelompok teater yang masuk dalam presentasi JE-DA yang ditaja oleh Dewan Kesenian Jakarta lewat program Djakarta Teater Platform. Hal ini merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi Provinsi Riau dan tentunya satu-satunya yang mewakili Sumatera dalam event teater berskala internasional ini. Fedli Azis yang merupakan pimpinan kelompok membawakan sebuah naskah berjudul Situs. Naskah yang tentunya menjadi ruang mengingat perjalanan sejarah. Komunitas Jejak Langkah Lahir di Masa Pandemi Pekan lalu, pertengahan November, Dinas Kebudayaan Provinsi Riau menyelenggarakan Festival Seni DAK dengan protokol kesehatan dan pengunjung terbatas. Tujuannya adalah menggerakkan roda kesenian kembali. Dengan tema Seni vs Pandemi diharapkan gairah teater kembali muncul dan bisa menjadi ruang apresiasi.

Pada gelaran ini memang tidak memunculkan pemenang, akan tetapi diganti dengan penyaji terbaik non peringkat. Nama-nama teater yang muncul menjadi terbaik non peringkat antara lain, Teater Taksu, Teater Batra, Rengat Teater, Belacan Art Community, Teater Matan dan Komunitas Jejak Langkah. Diantara enam nama tersebut memunculkan sebuah pertanyaan sebab ada satu nama kelompok yang baru terdengar dan tidak pernah ada sebelumnya. Hal ini menjadi menarik karena di masa pandemi seperti sekarang ini, tentu tidak mungkin membentuk sebuah komunitas baru. Dengan membawakan naskah berjudul Sumpah Rahim komunitas ini mampu membuat juri terkesan. 

Komunitas Jejak Langkah memang komunitas baru namun diisi oleh wajah-wajah lama yang sudah malang melintang di dunia pertunjukan. Komunitas Independen ini pun memang dibentuk di masa pandemi. Komunitas yang digawangi oleh anak muda seperti Rian Harahap, Guntur, Ahmadi Satria dan Adly Bektu. Nama-nama yang kerap hadir pada beberapa pentas di Riau. Seni teater di Riau harus tetap hidup. Apapun masanya, apapun kendalanya. Riau adalah tempat lahirnya sastrawan dan dramawan terkemuka Indonesia. Bisa kita sebut, Soeman HS, Soetarji Calzoum Bachri dan tentunya Idrus Tintin. Gedung yang megah di tengah kota Pekanbaru itu pun diberi nama Idrus Tintin. Itu sebagai menara pengingat bahwa teater terus hidup di Riau. Pandemi tidak merubah apa-apa, tidak merubah semangat teater di Riau. (rilis-Rian H)


*Sumber Marewai.com

Komentar

Postingan Populer