Manusia itu Bernama Guru Abad 21

Guru adalah profesi yang mulia. Ia adalah pelita yang nyala apinya menyala abadi. Bersinar menerangi apapun yang ada di dekatnya, maupun yang jauh. Meski apapun kendalanya, ia tetap dan harus bersinar sebab jika ia padam maka kegelapan akan muncul. Begitulah jika kita analogikan seorang guru dengan segala kemampuannya yang menerangi dari masa ke masa. Saat ini guru menjadi profesi yang harus terus berkembang dan tumbuh. Pola mengajar yang mestinya seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi. Seluas apapun pengetahuan guru tersebut, sejatinya tidak akan mudah hidup di zaman yang serba digital saat ini. Perlunya pemahaman bahwa dunia pendidikan telah berubah. Mengubah wajah “lama” yang konvensional dengan serba digital.

Hal ini berkaitan dengan Keterampilan abad 21 atau Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0. Hal itu sudah biasa terdengar dalam seminar publik  bahkan terus didengungkan oleh pemerintah. Mengapa? Tentu saja berkaitan dengan pemanfaatan teknologi. Arus informasi dan komunikasi yang begitu cepat seharusnya diimbangi dengan melek internet dan gawai yang dimiliki oleh seorang guru. Sehingga tidak ada lagi pemahaman bahwa guru yang hidup saat ini “tertinggal di masa lalu”.

Guru mesti berubah sesuai dengan karakteristik peserta didiknya. Dalam hal ini, peserta didik sudah jauh berkembang meloncat jauh di depan gurunya. Mereka yang dikenal sebagai generasi Z dan Alpha. Mereka adalah generasi terkini yang hidup berdampingan dengan teknologi. Apalagi saat pandemi Covid  19 saat ini. Kemampuan mereka dalam menggunakan gawai tersebut sangat berguna. Dampaknya adalah mereka senantiasa mampu mengimbangi apa yang disampaikan oleh gurunya. Kecuali, dengan guru yang masih tertinggal dengan pola konvensional.


Peserta didik saat ini membutuhkan guru yang mengerti dengan karakteristik mereka. Melek teknologi, sigap, tangkas dan cepat. Semua guru sejatinya bisa menjadi guru abad 21. Adaptasi dan pola perilaku yang cepat bukanlah sebuah halangan. Apalagi jika guru berlindung dengan jawaban faktor usia. Guru adalah pribadi yang dinamis, siap berubah menuju guru abad 21.


Adapun unsur fundamental yang perlu dikaji menurut Trilling dan Fadel yaitu Partnertship 21st Century Skill atau sering disebut pelangi keterampilan abad 21, yaitu:

1. Life and Career Skills (Keterampilan Hidup, Mampu berpikir, Fleksibilitas, Adaptibilitas, Inisiatif, Interaksi sosial dan budaya). Pada poin ini peserta didik akan berfokus pada hal apa-apa saja yang membuat dia bisa terampil dan memiliki skill yang berguna dalam kehidupannya. Dalam hal ini keterampilan menjadi bagian fundamental sebab kedepannya keterampilan adalah hal yang dilihat dalam dunia kerja. Bukan apa yang tertera dalam ijazah. Apa yang bisa dibuat secara konkret. Selain itu, kemampuan interaksi dan adaptasi pada budaya kerja menjadi poin penting. Peserta didik abad 21 mesti mampu mengambil peran dalam fleksibilitas dan inisiatif.

2. Learning and Innovation Skill (Communication, Collaboration, Critical Thinking, Creativity). Poin ini menjelaskan bagaimana kemampuan menalar, berkomunikasi, berkolaborasi. Hal ini menunjukkan kemampuannya dalam memberikan pikiran dalam sebuah kelompok, dimana pun itu. Pemberlajaran abad 21 mengharuskan seorang peserta didik siap berinovasi, memberikan pendapat dan menjadi pemimpin di masa yang akan datang.

3. Information, Media and Technology Skilss.

Poin ini berhubungan dengan kecenderungan mereka memanfaatkan media sebagai platform pembelajaran. Peserta didik tidak hanya menggunakan gawainya sebagai gaming, social media, dan lainnya. Gawai digunakan dengan pemanfaatan secara utuh untuk menunjang pembelajaran yang bertumpu pada teknologi dan digitalisasi. Kecepatan informasi yang hitungan detik mestinya bisa menjadi bagian tak terpisahkan dari pembelajaran. Arus informasi dan materi ajar akan masuk kapan saja dan dimana saja. Akses yang tidak terbatas.

Maka mau tidak mau, untuk menjadi seorang guru abad ke-21 tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Perlu kemauan yang keras serta terus memperdalam pengetahuan tentang teknologi. UNESCO merekomendasikan empat pilar dalam bidang pendidikan, yaitu:

1.    Learning to know (belajar untuk mengetahui)

2.    Learning to do (belajar melakukan atau mengerjakan)

3.    Learning to live together (belajar untuk hidup bersama)

4.    Learning to be (belajar untuk menjadi/mengembangkan diri sendiri)

 Seperti apa yang dikatakan oleh Bung Karno dalam sebuah penggalan kalimat dalam Buku “Di Bawah Bendera Revolusi, hal. 613-614”

"Manusia tidak bisa mengajarkan sesuatu sekehendak hatinya, manusia tidak bisa mengajarkan apa yang tidak dimilikinya, manusia hanya bisa mengajarkan apa yang ada padanya,"

Maka guru dalam hal ini punya peran penting yang mestinya kita kaji. Keilmuan yang ia miliki mesti disampaikan dengan efektif, tepat sasaran dan ringkas. Tentu saja hal ini bisa dilakukan jika pembelajaran tersebut ditopang dengan platform mengajar yang baik pula. Ada banyak platform digital pembelajaran di dunia pendidikan. Namun, memilih yang sesuai tentunya merupakan sebuah proses yang memerlukan analisis mendalam.

Hal ini berkaitan dengan utility dan resources yang dimiliki masyarakat sekolah tersebut. Fokusnya adalah guru, sehingga guru bisa berkontribusi besar dalam pembelajaran abad 21 pada siswanya.


Salah satu platform mengajar abad 21 yang terbukti efektif dan mampu mengakomodir pembelajaran Abad 21 adalah Koco Schools. Platform ini menjadi penting karena ia mampu mengintegrasikan secara otomatis seluruh kelas mengajar. Selain itu, Koco Schools mampu memanajemen otomatis tugas dan koreksi pekerjaan murid, akses buku Kemendikbud secara gratis, akumulasi rapor murid otomatis, kalender khusus mengajar, perpustakaan pribadi. 




Secara keseluruhan Koco Schools sebagai aplikasi guru abad 21 yang ideal. Ia menjadi Learning Management System (LMS)Indonesia atau platform yang cocok digunakan guru dan siswa. Pola yang interaktif menunjukkan bahwa kecepatan informasi dan umpan balik bisa didapatkan siswa dengan mudah. Selain itu juga, guru bisa melakukan koreksi dan apresiasi.

Bahwa sejatinya, hingga saat ini telah terjadi learning loss pada pembelajaran kita, apalagi semenjak pandemi dua tahun belakangan, hasilnya 30 persen kehilangan kemampuan membaca, 50 persen kehilangan kemampuan aritmatika. Selain itu, PISA atau Program Penilaian Pelajar Internasional saat ini Indonesia berada pada  urutan 74 dari 79 negara dengan rata-rata skor 371. Hasil penelitian RISE terhadap 2.449 guru SD. Sekitar 12,43 persen mampu literasi baca tulis dan 21,27 persen mampu numerasi.

Data di atas menunjukkan bahwa guru harus mulai mengubah pola belajarnya yang konvensional. Menunjukkan bahwa pembelajaran abad 21 itu adalah pembelajaran yang menyenangkan. Saat itu pula guru akan tumbuh dan berkembang mengikuti zaman. Digitalisasi dan teknologi adalah sesuatu yang dinamis, begitu juga guru. Bergeraklah guru, menuju manusia baru. Manusia itu Bernama Guru Abad 21.

 

 

Komentar

Postingan Populer