Manajemen Pendidikan Berbasis Bakat

Hakikatnya dari pendidikan adalah mengubah konsep didasari manusia yang tidak tabulasi tahu, yang tidak berpengalaman sehinggga dibutuhkan proses panjang yang berkelanjutan untuk memupuk wawasan pengetahuan pembelajaran itu sendiri. Lantas timbul pula pertanyaan apakah sejatinya menjadi seorang yang sudah belajar haruslah pintar di segala mata pelajaran.
Tentu ini sangat tidak adil, bisa ditanyakan pada mereka yang saat ini sedang menyelesaikan studi di sekolah.

Pasal inilah yang membuat konsep kajian bubar model pembelajaran yang mewajibkan setiap siswa menjadi pintar dalam berbagai mata pelajaran. Siswa dipaksa otaknya terus bekerja, dalam kondisi tangisan seimbang kinerjanya antara otak kiri dan otak kanan. Mereka masuk dalm lingkaran yang diciptakan oleh pendidikan itu sendiri, sementara untuk berbicara pendidikan pada saat ini, jatuhlah panggang dari api. Model pembelajaran yang semestinya hadir adalah dengan mengakomodir bakat dan minat siswa. Inilah yang sebenarnya sudah ada dalam kurikulum 2013 meski disana-sini masih banyak kekurangan, akan tetapi wajah pendidikan yang sedang dicipta ini menuju pada target tersebut. Minat dan bakat siswa ada yang datang dari lahiriah ataupun dengan intensitasnya tinggi di pola latihan.

Sebagai bentuk analisisnya dilihat dari nilai yang buruk, sebaliknya dengan seorang anak yang mampu menulis di surat kabar dalam bentuk cerpen dan sajaknya, itu merupakan prestasi besar akan tetapi kenapa mereka mesti dipaksa belajar lagi dengan pelajaran-pelajaran yang mereka sendiri tidak mumpuni dalam pelajaran tersebut.

Satu lagi kasus yang menjadi perdebatan ketika seorang anak disalahkan PR nya oleh guru mata pelajaran matematika, padahal konsep yang semestinya hadir adalah hasilnya sama namun cara mencarinya saja salah, guru tersebut seharusnya memahami kemajemukan yang dimiliki oleh siswanya, mereka datang dari konsep dan kematangan yang berbeda, bukankah pluralisme menjadi salah satu pilar dalam wawasan nusantara kita? Konsep yang diajukan guru untuk menyeragamkan segalanya, adalah sebuah kezaliman yang berbuah pahit bagi pendidikan, apalagi dalam jangka panjang, jika seorang guru mewajibkan seorang muridnya untuk menjadi dokter maka bertebaran dokter di tanah Indonesia, lantas, siapa guru? Siapa pula yang akan menjadi petani? Apakah dokter bisa menanam padi? Mereka tak punya keahlian disana? Apakah dokter mampu memegang senjata untuk mengamankan negara kesatuan? Tentunya jika pertanyaan ini semakin membesar kita akan dibawa dalam ranah yang lebih jauh pula. 

Bukankah untuk mendaki sebuah gunung ada banyak jalan setapak yang bisa dilewati, atau jika ke rumah kekasih hati, walaupun di depan gangnya ada anjing yang menyalak, apapun alasannya kita tetap bisa sampai ke rumahnya. Begitulah siswa jika ia benar-benar menyukai bakat dan minatnya, maka ia akan berhasil dari sana. Pekerjaan yang paling bahagia adalah hobi yang dibayar.

Komentar

Postingan Populer